Breaking News

Sengketa Tanah Bumbangku: Klarifikasi dan Fakta Terkait Sertifikat dan Kepemilikan


Oleh: Tim Investigasi Media

ErakiniNews | Lombok Tengah , 26 Mei 2025. Kasus sengketa tanah seluas 1,7 hektar di Dusun Bumbang, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah semakin memanas. Kubu Sahnun Ayitna Dewi dan pihak yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut tengah menunggu jadwal sanding data yang akan segera dilakukan setelah kedua belah pihak menyepakati tempat dan waktu.

Namun, yang perlu digarisbawahi dalam kasus ini adalah keaslian sertifikat yang dimiliki Sahnun Ayitna Dewi. Berdasarkan penjelasan dari sejumlah pejabat BPN Lombok Tengah, sertifikat atas nama Sahnun Ayitna Dewi adalah asli dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, bukan hasil cloning atau duplikasi seperti yang diungkapkan oleh Andre Yakub dan Lalu Sungkul.

“Ini penting untuk ditegaskan, bahwa sertifikat atas nama Sahnun Ayitna Dewi bukan produk palsu. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh BPN Lombok Tengah dan tercatat secara resmi di buku tanah. Penggunaan blanko bekas yang disebut-sebut bukanlah hal yang benar, karena semua dokumen tersebut telah melalui proses pemeriksaan dan validasi,” ujar pejabat BPN Lombok Tengah. (red)

Selain itu, terkait proses perolehan hak atas tanah tersebut, dijelaskan bahwa Sahnun Ayitna Dewi memperoleh haknya melalui jual beli yang sah dari Sudin pada tahun 2006. Transaksi tersebut dilakukan melalui kuasa Lalu Edi Karya yang telah dicatatkan di kantor PPAT/Notaris Zabur Islam, dan telah dilakukan proses balik nama serta penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh BPN Lombok Tengah pada tahun 2008. Proses ini didukung pula oleh surat keterangan dari BPN Lombok Tengah yang menegaskan keabsahan SHM Nomor 268 atas nama Sahnun Ayitna Dewi.

Sementara itu, muncul polemik dan dugaan konspirasi yang menyebutkan bahwa dokumen tersebut dipalsukan atau diubah setelah Lalu Edi Karya meninggal dunia. Padahal, menurut penjelasan pejabat BPN, transaksi jual beli dan penerbitan sertifikat berlangsung secara resmi dan sah, serta tidak pernah ada gugatan dari pihak Sudin terhadap proses tersebut.

Lebih jauh, BPN Lombok Tengah bahkan sempat meralat pernyataannya sendiri beberapa waktu lalu. Mereka menyatakan bahwa sertifikat tersebut bukan produk BPN dan tidak perlu dibatalkan karena sudah melalui proses yang sah. Namun, belakangan, muncul pernyataan berbeda yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut bukan produk resmi BPN, menimbulkan kebingungan dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan profesionalisme institusi tersebut.

Para pihak yang bersengketa diimbau untuk menyikapi permasalahan ini dengan dewasa dan mengedepankan asas saling menghormati. Mengingat saat ini kasus tersebut masih dalam proses di pengadilan, maka keputusan akhir akan ditentukan oleh pengadilan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Selain dari aspek hukum, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tanah tersebut telah dikelola dan digunakan oleh Sahnun Ayitna Dewi sejak tahun 2006, dengan membangun fasilitas cottage dan restoran sebagai bagian dari usaha yang dikelolanya.

Dalam konteks ini, disarankan agar pihak yang merasa dirugikan atau memiliki klaim lain secara hukum mengajukan gugatan perdata untuk menguji keabsahan sertifikat dan kepemilikan tanah tersebut. Tudingan bahwa Sahnun Ayitna Dewi menggunakan dokumen palsu untuk menguasai tanah dianggap tidak berdasar, karena berdasarkan bukti dan proses yang ada, ia merupakan pembeli yang beri'tikad baik dan telah memenuhi semua prosedur administratif dan hukum.

Terakhir, penegasan dari berbagai pihak adalah bahwa siapapun yang diduga memalsukan dokumen atau melakukan konspirasi harus bertanggung jawab sesuai hukum dan peraturan yang berlaku. Kasus ini diharapkan dapat diselesaikan secara adil dan sesuai prosedur agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dan memperburuk suasana  di masyarakat dan mengganggu pariwisata di Lombok.

Editor: Ria Harmayani

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close