![]() |
| Hendra Irawan, (Guru MAN 1 Mataram) |
Prinsip penilaian yang benar tidak boleh menyalahkan atau memuji hanya pada satu komponen. Penilaian harus holistik, memandang seluruh ekosistem yang berperan dalam menghasilkan cahaya tersebut.
1. Bola Lampu (Siswa/Peserta Didik)
Bola lampu adalah objek utama yang memancarkan cahaya, yang merepresentasikan usaha, bakat, motivasi, dan hasil akhir belajar siswa.
• Lampu Terang: Jika lampu menyala terang, mayoritas pengaruhnya datang dari inisiatif, kerja keras, dan potensi bawaan siswa itu sendiri, yang memanfaatkan aliran energi dengan optimal.
• Lampu Redup atau Mati (Faktor Siswa): Jika lampu redup atau mati, salah satu penyebabnya bisa jadi karena faktor internal bola lampu—mungkin filamennya sudah tua (kurang motivasi/kebiasaan belajar), kendor (kurang fokus), atau bahkan putus karena kualitas material awal (kesulitan belajar spesifik). Dalam kasus ini, siswa memang perlu intervensi dan perbaikan internal.
2. Saklar (Kebijakan & Regulasi Sekolah/Kelas)
Saklar adalah gerbang utama yang menentukan apakah energi boleh mengalir atau tidak. Saklar mewakili kebijakan sekolah, aturan kelas, metode asesmen, dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh pendidik.
Pengaruh Saklar: Jika saklar longgar, kotor, atau diposisikan salah (kebijakan yang tidak jelas, metode pengajaran yang tidak tepat sasaran, atau kurikulum yang terlalu memberatkan), maka meskipun bola lampu dan listriknya bagus, lampu tetap bisa redup atau mati karena aliran terhambat. Penilaian holistik mengharuskan kita menguji apakah kebijakan dan mekanisme penilaian kita sudah "mengizinkan" potensi siswa mengalir dengan bebas.
3. Kabel dan Aliran Listrik (Dukungan Eksternal & Sumber Daya)
Kabel adalah jalur koneksi yang membawa energi, sedangkan aliran listrik adalah energi itu sendiri. Keduanya mewakili dukungan orang tua, fasilitas sekolah, ketersediaan sumber belajar (buku, lab, teknologi), lingkungan sosial-ekonomi siswa, dan kompetensi pengajar.
Kabel Putus/Tegang Listrik Rendah: Jika kabelnya terkelupas atau putus (kurangnya fasilitas, konflik di rumah, tidak ada bimbingan di luar kelas), atau jika tegangan listriknya rendah (siswa berasal dari latar belakang yang tidak mendukung—misalnya, harus bekerja sepulang sekolah), maka hasilnya akan tetap redup atau mati, terlepas dari seberapa bagus kualitas bola lampu siswa. Penilaian ini harus mempertimbangkan konteks dan hambatan eksternal yang dihadapi siswa.
4. Kualitas Instalasi (Pengajar/Pendidik)
Analogikan instalasi listrik yang dipasang dengan benar, rapi, dan aman sebagai kualitas pengajar itu sendiri. Pengajar adalah yang merencanakan, memasang, memastikan semua komponen berfungsi, dan melakukan troubleshooting.
Guru Berkualitas (Instalasi Baik): Guru yang berkualitas tahu persis kabel jenis apa yang harus dipakai, di mana menempatkan saklar agar mudah dijangkau, dan bagaimana memilih bola lampu yang paling sesuai dengan kebutuhan ruangan (menyesuaikan metode mengajar dengan karakteristik siswa). Jika lampu mati, pengajar yang baik tidak langsung menyimpulkan bola lampunya rusak, melainkan menguji setiap komponen (saklar, kabel, tegangan) untuk menemukan akar masalahnya.
Kesimpulan Penilaian Holistik
Penilaian yang sejati dan adil tidak hanya menilai output (nyala lampu), tetapi juga menilai sistem dan proses yang menghasilkan output tersebut.
Ketika lampu seorang siswa redup atau mati, kita wajib bertanya:
1. Apakah bola lampunya sendiri bermasalah? (Faktor internal siswa)
2. Apakah saklarnya menghambat? (Kebijakan/Aturan kelas/Metode pengajaran)
3. Apakah kabelnya putus atau listriknya kurang? (Fasilitas, dukungan, lingkungan sosial-ekonomi)
4. Apakah kualitas instalasi kita sudah optimal? (Kualitas dan kompetensi pengajar)
Prinsip penilaian holistik menegaskan bahwa setiap hasil belajar adalah tanggung jawab bersama. Penilaian harus berfungsi sebagai alat diagnostik untuk memperbaiki seluruh sistem, bukan hanya sebagai vonis bagi siswa.
E_01


0 Komentar